Selasa, 28 Februari 2012

3 x 8 sama dengan 23


Yan Hui adalah murid kesayangan Confusius yang suka belajar, sifatnya baik.

Pada suatu hari ketika Yan Hui sedang bertugas, dia melihat satu toko kain sedang dikerumunin banyak orang.Dia mendekat dan mendapati Penjual dan Pembeli kain sedang berdebat.

Pembeli berteriak: "3x8 = 23, kenapa kamu bilang 24?"Yan Hui mendekati Pembeli kain dan berkata:"Sobat, 3x8 = 24, tidak usah diperdebatkan lagi".Pembeli kain tidak senang lalu menunjuk hidung Yan Hui dan berkata: "Siapa minta pendapatmu? Kalaupun mau minta pendapat mesti minta ke Confusius. Benar atau salah Confusius yang berhak mengatakan".Yan Hui: "Baik, jika Confusius bilang kamu salah, bagaimana?"Pembeli kain: "Kalau Confusius bilang saya salah, kepalaku aku potong untukmu. Kalau kamu yang salah, bagaimana?"Yan Hui: "Kalau saya yang salah, jabatanku untukmu". Keduanya sepakat untuk bertaruh, lalu pergi mencari Confusius.


Setelah Confusius tahu duduk persoalannya, Confusius berkata kepada Yan Hui sambil tertawa: "3x8 = 23.Yan Hui, kamu kalah. Berikan jabatanmu kepada dia." Selamanya Yan Hui tidak akan berdebat dengan gurunya.Ketika mendengar Confusius bilang dia salah, diturunkannya topinya lalu dia berikan kepada Pembeli kain.Orang itu mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan puas.


Walaupun Yan Hui menerima penilaian Confusiustapi hatinya tidak sependapat. Dia merasa Confusius sudah tua dan pikun sehingga dia tidak mau lagi belajar darinya.Yan Hui minta cuti dengan alasan urusan keluarga. Confusius tahu isi hati Yan Hui dan memberi cuti padanya.Sebelum berangkat, Yan Hui pamitan dan Confusius memintanya cepat kembali setelah urusannya selesai,dan memberi Yan Hui dua nasehat : "Bila hujan lebat, janganlah berteduh di bawah pohon. Dan jangan membunuh." Yan Hui bilang baiklah lalu berangkat pulang.


Di dalam perjalanan tiba-tiba angin kencang disertai petir,kelihatannya sudah mau turun hujan lebat. Yan Hui ingin berlindung di bawah pohon tapi tiba2 ingat nasehat Confusius dan dalam hati berpikir untuk menuruti kata gurunya sekali lagi. Dia meninggalkan pohon itu.Belum lama dia pergi, petir menyambar dan pohon itu hancur. Yan Hui terkejut, nasehat gurunya yang pertama sudah terbukti.


Apakah saya akan membunuh orang? Yan Hui tiba dirumahnya sudah larut malam dan tidak ingin mengganggu tidur istrinya. Dia menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya. Sesampai di depan ranjang, dia meraba dan mendapati ada seorang di sisi kiri ranjang dan seorang lagi di sisi kanan. Dia sangat marah, dan mau menghunus pedangnya. Pada saat mau menghujamkan pedangnya, dia ingat lagi nasehat Confusius, jangan membunuh. Dia lalu menyalakan lilin dan ternyata yang tidur disamping istrinya adalah adik istrinya.


Pada keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Confusius, berlutut dan berkata: "Guru, bagaimana guru tahu apa yang akan terjadi?"Confusius berkata: "Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan turun hujan petir, makanya guru mengingatkanmu untuk tidak berlindung dibawah pohon.Kamu kemarin pergi dengan amarah dan membawa pedang, maka guru mengingatkanmu agar jangan membunuh".Yan Hui berkata: "Guru, perkiraanmu hebat sekali, murid sangatlah kagum."Confusius bilang: "Aku tahu kamu minta cuti bukanlah karena urusan keluarga. Kamu tidak ingin belajar lagi dariku.Cobalah kamu pikir. Kemarin guru bilang 3x8=23 adalah benar, kamu kalah dan kehilangan jabatanmu.Tapi jikalau guru bilang 3x8=24 adalah benar, si Pembeli kainlah yang kalah dan itu berarti akan hilang 1 nyawa.Menurutmu, jabatanmu lebih penting atau kehilangan 1 nyawa yang lebih penting?"Yan Hui sadar akan kesalahannya dan berkata : "Guru mementingkan yang lebih utama, murid malah berpikir guru sudah tua dan pikun. Murid benar-benar malu."


Sejak itu, kemanapun Confusius pergi Yan Hui selalu mengikutinya.


Quote:

Cerita ini mengingatkan kita:Jikapun aku bertaruh dan memenangkan seluruh dunia, tapi aku kehilangan kamu, apalah artinya.

Dengan kata lain, kamu bertaruh memenangkan apa yang kamu anggap adalah kebenaran, tapi malah kehilangan sesuatu yang lebih penting.

Banyak hal ada kadar kepentingannya.Janganlah gara-gara bertaruh mati-matian untuk prinsip kebenaran itu, tapi akhirnya malah menyesal, sudahlah terlambat.Banyak hal sebenarnya tidak perlu dipertaruhkan. Mundur selangkah, malah yang didapat adalah kebaikan bagi semua orang.



Kamis, 23 Februari 2012

Tak ada orang bodoh, yang ada hanyalah orang yang tidak bisa menentukan prioritas

Pada tahun 1906 seorang ekonom berkebangsaan Italia bernama Vilfredo Pareto melakukan sebuah penelitian mengenai distribusi kekayaan di negaranya. hasil penelitian tersebut yaitu delapan puluh persen jumlah kekayaan masyarakat Italia dikuasai oleh hanya dua puluh persen penduduk yang menempati kalangan atas dalam strata ekonomi. dan sebaliknya, sisa dua puluh persen kekayaan dibagi-bagi diantara delapan puluh persen rakyat.

karena begitu seringnya fenomena 80-20 ini muncul, maka dalam kasus-kasus pemecahan masalah, para analisis dan pembuat keputusan biasanya menggunakan prinsip pareto ini dengan cara mengatasi dua puluh persen penyebab yang memberikan delapan puluh persen akibat. hukum pareto ini memberikan panduan yang sangat penting untuk mengalokasikan usaha dan sumber daya. sesungguhnya hukum pareto ini bisa bermanfaat dalam pemecahan masalah-masalah dan pengambilan keputusan-keputusan pribadi karena sebenarnya hukum Pareto memberikan panduan kepada kita untuk menentukan prioritas.

kembali kepada penelitian yang dilakukan Pareto, ia melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui mengapa delapan puluh persen kekayaan hanya dinikmati oleh dua puluh persen orang saja. hasil penelitian lanjutan inilah yang sangat mengejutkan. Pareto membuat kesimpulan, seandainya jumlah kekayaan yang ada dibagi rata dianatara seluruh jumlah penduduk Italia, maka hanya dalam waktu satu tahun, maka akan kembali terbentuk pola yang sama, delapan puluh persen kekayaan akan kembali dinikmati hanya dua puluh persen penduduk.

Bagaimana mungkin? Fakta empiris yang saya temui, jangankan dalam kondisi dibagi rata, dalam kondisi kaya raya pun seseorang bisa kemudian menajdi jatuh miskin dan sebaliknya seseorang yang merangkak dari bawah bisa sampai di puncak kekayaan. menimbang fakta tersebut maka prioritas dalam penelitian Pareto tidak hanya terjadio pada bagian kesimpulannya namun juga terjadi pada sebab dan konsekuensinya itu sendiri. seandainya kekayaan sebuah negara dibagi rata dalam sekejap, maka orang-orang yang sebelumnya pernah berjuang untuk kaya akan memiliki prioritas yang berbeda dengan orang-orang yang tiba-tiba menjadi kaya. orang-orang yang sejatinya kaya akan melihat uang yang dipegang oleh semua orang sebagai potensi pasar yang besar dan ia memprioritaskan uang yang dipegangnya untuk membangun sebuah bisnis. Sebalinya orang-orang yang tiba-tiba menjadi kaya raya segera memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menikmati kekayaannya. hasilnya, sama seperti penelitian Pareto, dalam waktu satu tahun, delapan puluh persen kekayaan akan kemabali kepada hanya dua puluh persen penduduk.

Kalau begitu caranya, apakah hal itu berarti yang akaya akan tetap kaya dan yang miskin akan tetap miskin? Tidak sepenuhnya benar. Memang akan tetap ada dua puluh persen orang yang menguasai delapan puluh persen kekayaan namun kabar baiknya, anada bisa menentukan pilihan apakah anda ingin berada di kelompok yang dua puluh persen ataukan berada di kelompok yang delapan puluh persen sisanya.

Singkat kata, prioritas bisa menentukan kualitas hidup seseorang karena prioritas yang dibuat oleh seseorang akan menentukan alokasu sumber daya yang dimilikinya. sumber daya bisa berupa uang, materi, tenaga, pikiran, keahlian, dan yang paling mahal adalah waktu. Karena waktu adalah satu-satunya sumber daya yang tidak bisa digantikan.

membuat prioritas hanyalah sekedar menentukan mana yang penting dan yang tidak penting, itu bukanlah perkara yang sulit. Persoalannya, dalam kehidupan kita seringkali dihadapkan pada pilihan antara mana yang penting dan mana yang lebih penting. Sehingga kita seringkali terlambat untuk menyadari mana yang seharusnya kita pilih. Dan, karena kita tidak bisa berkompromi dengan waktu, maka yang tersisa tinggallah sebuah penyesalan. Mungkin sebagian besar manusia pernah mengalami penyesalan seperti ini termasuk saya atau Anda. agar kita tidak mengalami penyesalan serupa, ada baiknya kita menyimak ilustrasi berikut ini.

Dalam sebuah seminar mengenai prioritas seorang ahli meletakkan batu-batu besar di dalam sebuah akuarium kosong hingga ia tidak bisa menambahkan lagi batu ke dalam akuarium tersebut. Lalu ia bertanya kepada peserta seminar "Apakah akuarium ini sudah penuh?" para hadirin sekalian menjawab "Sudah!" sang ahli pun tersenyum kemudian ia pun memasukkan batu-batu kecil ke dalam akuarium tersebut dan menguncang-guncangkannya sehinga tidak ada lagi batu kecil yang bisa ditambahkan.

Ia pun kembali bertanya "Apakah akuarium ini sudah penuh?" para hadirin sekalian menjawab "Sudah!"

Sang ahli kembali tersenyu dan ia pun memasukkan pasir ke dalam akuarium tersebut dan mengguncangnya sampai padat. Ia kembali bertanya untuk ketiga kalinya "Apakah akuarium ini sudah penuh?" para hadirin kembali menjawab "Sudah!" Lalu sang ahli pun menuangkan air ke dalam akuarium tersebut sampai meluap. Ia pun bertanya "Apa yang bisa kita pelajari dari percobaan yang baru saja kita peragakan ini?" Seorang peserta menjawab "Memanfaatkan kesempatan yang ada sekecil apapun kesempatan itu". Sang ahli pun menawab " Benar dan dahulukan hal-hal yang utama dalam memanfaatkan kesempatan tersebut."

Dalam hidup ini ada batu-batu besar yang sebaiknya lebih dahulu mendapat tempat, lalu diikuti batu-batu kecil, pasir, dan air. kejelian anda dalam membedakan kesempatan akan menuntun anda mencapai kualitas hidup yang sangat baik.

Sumber: Majalah di pesawat yg ane baca.

Burung Dengan Sebelah Sayap

Pas iseng – iseng mau rearrange kumpulan file yang tidak tertata di laptop, ga sengaja nemu artikel keren. Dengan sedikit editan namun tetap tidak merubah makna dan isi yang dikandung, maka saya repost artikel ini, cekidot!


Seorang sahabat denganpotensi tinggi mengeluh berat setelah pindah – pindah di lebih dari lima tempat.
Tadinya, saya fikir ia mencari penghasilan yang lebih tinggi. Setelah mendengarkan dengan penuh empati, sahabat ini rupanya mngalami kesulitan dengan lingkungan kerja. Di semua tempat kerja sebelumnya, dia selalu bertemu dengan orang yang tidak cocok. Disini tidak cocok dengan atasan, disitu bentrok dengan rekan sejawat, di tempat lain malah diprotes bawahan.
Kalau sahabat yang saya sebutkan tadi hobi berpindah – pindah kerja, seorang sahabat saya yang lain punya pengalaman yang lain lagi. Setelah berganti istri sejumlah tiga kali, dengan berbagai alasan yang berbau tidak cocok, ia kemudian merasa capek dengan kegiatan berganti – ganti pasangan ini. Seorang pengusaha yang berhasil punya pengalaman lain lagi. Setiap kali menerima orang baru sebagai pimpinan puncak, ia senantiasa semangat dan penuh optimis. Seolah – olah orang baru yang datang pasti bisa menyelesaikan semua masalah. Akan tetapi, begitu orang baru ini berumur kerja lebih dari satu tahun, maka mulailah terlihat busuk – busuknya. Dan ia pun mulai capek dengan kegiatan berganti – ganti pimpinan puncak ini.
Bila digabung menjadi satu dan ditarik satu kesimpulan...
Seluruh cerita ini menunjukkan bahwa kalau motif kita mencari pasangan adalah mencari orang yang cocok di semua bidang (entah pasangan hidup maupun pasangan kerja), sebaiknya dilupakan saja. Bercermin dari semua inilah maka sering kali saya ungkapkan didepan lebih dari ratusan forum, bahwa fundamen paling dasar dari manajemen sumber daya manusia adalah: manajemen perbedaan.
Hal itu mencakup dua hal mendasar: menerima perbedaan dan mentransformasikan perbedaan sebagai kekayaan.

Sayangnya...
Kendati idenya sederhana, namun implementasinya memerlukan upaya yang tidak kecil. Ini bisa terjadi karena tidak sedikit dari kita yang menganggap diri seperti burung yang bersayap lengkap.
Bisa terbang (baca: hidup dan bekerja) sendiri tanpa ketergantungan pada orang lain.
Padahal...
Meminjam dari apa yang pernah ditulis Luciano de Crescendo, kita semua sebenarnya lebih mirip dengan burung yang bersayap sebelah dan hanya bisa terbang kalau mau berpelukan erat – erat bersama orang lain.
Anda boleh berpendapat lain, namun pengalaman, pergaulan dan bacaan saya menunjukkan dukungan yang amat kuat terhadap pengandaian burung bersayap sebelah ini.
Di perusahaan, hampir tidak pernah saya bertemu pemimpin berhasil tanpa kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Di keluarga, tidak pernah saya temukan keluarga bahagia tanpa kesediaan sengaja untuk ‘berpelukan’ dengan anggota keluarga yang lain. Di tingkat pemimpin negara, bahkan orang sehebat Nelson Mandela dan Kim Dae Jung mau berpelukan bersama orang yang dulu pernah menyiksanya. Lebih – lebih kalau kegiatan berpelukan ini dilakukan dengan penuh cinta. Ia tidak sengaja merubah sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, mentraformasikan kegagalan menjadi keberhasilan, namun juga membuat semuanya tampak indah dan menyenangkan. Oleh sebab itu pula lah, penulis buku Chicken Soup for The Couple Soul mengemukakan, cinta adalah rahmat Tuhan yang terbesar. Demikian besarnya makna dan dampak cinta, sampai – sampai ia tidak bisa dibandingkan dengan apapun. Rugi besarlah manusia yang selama hidupnya tidak pernah mengenal cinta. Ia seperti pendaki gunung yang tidak pernah sampai di puncak gunung. Capek, lelah, penuh perjuangan namun sia – sia.
Ini semua mendidik saya untuk hidup dengan pelukan cinta. Di pagi hari ketika baru bangun dan membuka jendela, saya senantiasa berterimakasih akan pagi yang indah dan mencari – cari lambang cinta yang bisa saya peluk. Entah itupohon bonsai di halaman rumah, ikan koi di kolam, atau suara anak yang rajin menonton film kartun. Begitu keluar dari kamar tidur, akan indah sekali rasanya kalau saya mencium anak atau istri. Melihat burung gereja yang memakan nasi yang sengaja diletakkan di pinggir kali, juga menghasilkan pelukan cinta tesendiri. Demikian juga dengan di kantor, godaan memang ada banyak sekali, dari marah, stress, frustasi, keegoisan, sampai dengan nafsu untuk memecat orang. Namun begitu saya ingat karyawan dan karyawati bawah yang bekerja penuh ketulusan dan menghitung jumlah perut yang berganung pada kelangsungan hidup perusahaan, energi pelukan cinta itu selalu ada entah dari mana datangnya.
Kembali ke pengandaian awal tentang burung dengan sebelah sayap, Tuhan memang tidak pernah melahirkan manusia yang sempurna. Kita selalu lebih disini dan kurang disitu, atau sebaliknya. Kesombongan atau keyakinan berlebihan yang menganggap kita bisa sukses sendiri tanpa bantuan orang lain hanya akan membuat kita bernasib sama dengan burung yang bersayap sebelah, namun memaksakan diri untuk terbang.
Sepintar dan sehebat apapun kita, tetap kita hanya akan memiliki sebelah sayap. Mau belajar, berjuang, berdo’a, bermeditasi atau sebesar dan sehebat apapun usaha kita, semuanya akan diakhiri dengan jumlah sayap yang hanya sebelah. Oleh karena alasan inilah, saya selalu ingat pesan seorang sahabat untuk memulai kehidupan setiap hari dengan pelukan.. Entah itu memeluk orang – orang yang kita sayangi, yang dekat dengan kita, memeluk kehidupan, memeluk alam semesta, atau di kantor memulai kerja dengan ‘memeluk’ orang lain.


Originally made by: Gede Prama

Bertengkar Dengan Indah


Bertengkar adalah fenomena yang sulit dihindari dalam kehidupan berumah tangga, kalau ada seseorang berkata: “Saya tidak pernah bertengkar dengan isteri saya!”
Kemungkinannya dua, boleh jadi dia belum beristeri, atau ia tengah berdusta. Yang jelas kita perlu menikmati saat – saat bertengkar itu, sebagaimana lebih menikmati lagi saat – saat tidak bertengkar. Bertengkar itu sebenarnya sebuah keadaan diskusi, hanya saja dihantarkan dalam muatan emosi tingkat tinggi.
Kalau tahu etikanya, dalam bertengkar pun kita bisa mereguk hikmah. Betapa tidak, justru dalam pertengkaran, setiap kata yang terucap mengandung muatan perasaan yang sangat dalam, yang mencuat dengan desakan energi yang tinggi, pesan – pesannya terasa kental, lebih mudah dicerna ketimbang basa – basi tanpa emosi. Tulisan ini murni non politik, jadi jangan tergesa – gesa membacanya. Bacalah dengan sabar, lalu renungi dengan baik, setelah itu terapkan dalam keseharian kita.. Setuju? 
Suatu ketika seseorang berbincang dengan orang yang akan menjadi teman hidupnya, dan salah satunya bertanya: “Apakah ia bersedia berbagi masa depan dengannya?” dan jawabannya tepat seperti yang diharap. Mereka mulai membicarakan seperti apa suasana rumah tangga ke depan. Salah satu diantaranya adalah tentang apa yang harus dilakukan kala mereka bertengkar. Dari beberapa perbincangan hingga waktu yang mematangkannya, tibalah mereka pada sebuah Memorandum of Understanding, bahwa kalaupun harus bertengkar, maka:
1.      Kalau bertengkar tidak boleh berjama’ah, cukup seorang saja yang marah – marah, yang terlambat mengirim sinyal nada tinggi harus menunggu sampai yang satu reda. Untuk urusan marah pantang berjama’ah, seorangpun sudah cukup membuat rumah jadi meriah. Ketika seorang marah dan yang lain ingin menyela, segera ia berkata “STOP. Ini giliran saya.” Ia harus diam sambil istighfar. Sambil menahan senyum dan berkata dalam hati: “Kamu makin cantik kalau marah, makin energik..” dan dengan diam itupun kita merasa telah beramal sholeh, telah menjadi jalan bagi tersalurkannya luapan perasaan hati yang dikasihi. “Duh kekasih.. Bicaralah terus, kalau dengan itu hatimu menjadi lega. Maka di padang kelegaan perasaanmu itu aku menunggu.”

2.      Marahlah untuk persoalan itu saja, jangan  ungkit yang telah terlibat masa (maksudnya masa lalu kita). Siapapun kalau diungkit kesalahan masa lalunya, pasti terpojok, sebab masa silam adalah bagian dari sejarah dirinya yang tidak bisa ia ubah.
Siapapun tidak akan suka bila dinilai dengan masa lalunya. Sebab harapan terbentang mulai hari ini hingga ke depan. Dalam bertengkar pun kita perlu menjaga harapan dan bukan menghancurkannya. Sebab pertengkaran diantara orang yang masih mempunyai harapan hanyalah sebuah foreplay. Sedangkan pertengkaran antara dua hati yang patah asa, menghancurkan peradaban cinta yang telah sedemikian mahal dibangunnya.
Kalau saya terlambat pulang dan ia marah, maka kemarahan atas keterlambatan itu sekeras apapun kecamannya adalah ‘ungkapan rindu yang keras’. Tapi bila itu dikaitkan dengan seluruh keterlambatan saya, minggu lalu, awal bulan kemarin dan dua bulan lalu, maka itu membuat saya terpuruk jatuh. Bila teh yang disajinya tidak manis (saya termasuk penimbun gula), sepedas apapun saya marah, maka itu adalah ‘harapan ingin disayangi lebih tinggi’. Tapi kalau itu dihubungkan dengan kesalahannya kemarin dan tiga hari lewat, plus tuduhan, “Sudah tidak suka lagi ya dengan saya?”, maka saya telah menjepitnya dengan hari yang telah pergi, saya menguburnya di masa lalu, ups.. Saya telah membunuhnya, membunuh cintanya.
Padahal kalau cintanya mati, saya juga yang susah. Marahlah, tapi untuk kesalahan semasa. Saya tidak hidup di minggu lalu, dan ia pun milik hari ini.

3.      Kalau marah jangan bawa – bawa keluarga saya. Dengan isteri saya baru terikat beberapa masa, tapi saya dengan ibu dan bapak saya hampir berkali lipat lebih panjang dari itu, demikian juga ia dan kakak serta pamannya. Dan konsep Qur’an, seseorang itu tidak menanggung kesalahan pihak lain (QS. 53: 38 – 40)
Saya tidak akan terpancing marah bila cuma saya yang dimarahi, tapi kalau ibu saya diajak serta, jangan coba – coba. Begitupun dia, smenjak saya menikahinya, saya telah belajar mengabaikan siapapun di  dunia ini selain dia. Karenanya mengapa harus bawa – bawa barang lain ke kancah awal ‘cinta yang panas’ ini. Kata ayah saya: “Teman seribu masih kurang, musuh satu terlalu banyak.” Dunia sudah diambang pertempuran, tidak usah ditambah – tambah dengan memusuhi mertua.

4.      Kalau marah jangan didepan anak – anak, anak kita adalah buah cinta kasih, bukan buah kemarahan dan kebencian. Dia tidak lahir lewat pertengkaran kita, karena itu, mengapa mereka harus menonton komedi liar rumah kita. Anak yang melihat orangtuanya bertengkar, bingung harus memihak siapa. Membela ayah, bagaimana ibunya. Membela ibu, tapi itu kan bapak saya. Ketika anak mendengar ayah ibunya bertengkar:

*Ibu: “Saya ini cape, saya bersihkan rumah, saya masak, dan kamu datang main suruh begitu, emang saya ini babu?!”

*Bapak: “Saya juga cape, kerja seharian, kamu minta ini dan itu dan aku harus mencari lebih banyak untuk itu, saya datang hormatmu tak ada, emang saya ini kuda?!”

*Anak: “.........yaaa...... Ibu saya babu, bapak saya kuda... Terus saya ini apa???”

Kita harus berani berkata: “Hentikan pertengkaran!” Ketika anak datang, lihat mata mereka, dalam binarannya ada rindu dan kebersamaan. Pada tawanya ada jejak kerjasama kita yang romantis, haruskah ia mendengar kata bahasa hati kita?

5.      Kalau marah, jangan lebih dari satu waktu sholat, pada setiap tahiyyat kita berkata: “Assala-mu ‘alaynaa wa ‘alaa’ibaadilahissholiihiin”. Ya Allah damai atas kami, demikian juga atas hamba – hambaMu yang sholeh..
Nah, andai setelah salam kita cemberut lagi, setelah salam kita tatap isteri kita dengan amarah, maka kita telah mendustaiNya, padahal nyawa kita ditanganNya.
Oke, marahlah sepuasnya kala senja, tapi habis maghrib harus terbukti lho itu janji dengan Ilahi.. marahlah setelah Shubuh, tapi jangan lewat waktu Dzuhur, atau Maghrib sebatas Isya.. Atau setelah Isya sebatas....?
Engg, sepertinya kita sepakat kalau setelah Isya sebaiknya memang tidak bertengkar.

6.      Kalau kita saling mencinta, kita harus saling memaafkan, tapi yang jelas memang begitu, selama ada cinta, bertengkar hanyalah ‘proses belajar untuk mencintai lebih intens’.
Ternyata ada yang masih setia dengan kita walau telah kita maki – maki.


Ini saja, semoga bermanfaat. Dengan ucapan syahadat itu berarti kiata menyatakan diri untuk bersedia dibatasi.

*Selamat tinggal kebebasan tak terbatas yang dipongahkan manusia pintar tapi bodoh*



A Thousand Road for A Slight Smile

Ga akan pernah ada kita. Yang ada hanya aku dan kamu, dan akan selamanya begitu. Mungkin ini semua bukan tentang menunggu, tapi lebih ke sesederhana bahwa aku bukan untukmu dan kamu bukan untukku. Tidak adil memang, tapi terkadang memang benar bahwa seseorang bisa saja ditakdirkan untuk saling mencintai, tapi bukan berarti mereka juga ditakdirkan untuk selamanya bersama. Orang akan datang dan pergi dalam kehidupanmu, namun akan ada yang tinggal selamanya disana. Dan orang – orang yang hanya sekedar ‘mampir’ dalam hidupmu tak selamanya menyakiti. Mungkin mereka ada untuk mengajarkanmu sesuatu, menyampaikan apa yang Tuhan ingin sampaikan padamu, atau bahkan sekedar untuk menemanimu. Cara mereka pun berbeda – beda, mungkin melalui pengkhianatan, ketidak pastian, dan patah hati. Mereka semua datang dan berbaris, telah dipersiapkan oleh Tuhan untuk membimbingmu hanya pada satu orang yang tepat, namun melalui proses pembelajaran. Kita semua akan diblender dalam satu campuran yang bernama kehidupan sebelum kita menjadi jus yang manis. Rasa sakit itu biasa, tapi untuk memaafkan rasa sakit dan terus berusaha berjalan, mungkin itu yang terhebat. Bersemangatlah, karena masa depan tak cukup jauh untuk kamu capai, tapi juga tak cukup dekat untuk kamu lihat dalam satu kedipan mata. Terkadang kita harus berlari, berjalan, atau bahkan merayap, namun yang jelas kita semua tak akan pernah melalui proses tanpa jatuh. Mungkin hanya sekedar batu sandungan, polisi tidur, atau bahkan tembok kokoh, hadapi saja. Untuk melalui tembok itu, mungkin tidak hanya dengan cara menghancurkan, kau bisa memanjatnya, melompatinya, atau bahkan menemukan jalan lain untuk melewatinya, yang jelas tak lagi berbalik badan. Karena hanya pengecut yang melakukannya. Yakini dalam hati bahwa kita terlahir untuk menang :)